Ayam Pengemis atau Beggar’s Chicken adalah salah satu hidangan tradisional Tiongkok yang tidak hanya lezat, tetapi juga menyimpan kisah unik di balik namanya. Dengan metode memasak yang tidak biasa—yakni membungkus ayam utuh dengan daun teratai dan tanah liat sebelum dipanggang—Ayam Pengemis menghadirkan rasa yang kaya, daging yang lembut, dan aroma yang menggoda. Hidangan ini berasal dari Provinsi Jiangsu, dan kini telah menjadi favorit di berbagai restoran mewah di seluruh dunia.
Asal Usul Legendaris Ayam Pengemis
Cerita di balik Ayam Pengemis begitu menarik dan menjadi bagian dari daya tarik kuliner ini. Menurut legenda, hidangan ini ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang pengemis di zaman dahulu.
Kisah Si Pengemis dan Ayam Curian
Dikisahkan bahwa seorang pengemis mencuri seekor ayam dari desa, namun tidak memiliki peralatan untuk memasaknya. Untuk menghindari ketahuan, ia membungkus ayam tersebut dengan lumpur dan membakarnya di dalam tanah. Setelah matang, ketika lapisan lumpur itu dibuka, kulit ayam ikut terkelupas dan mengungkapkan daging yang sangat lembut dan harum. Si pengemis pun takjub dengan kelezatan hasil masakannya.
Cerita ini menyebar dan menarik perhatian banyak orang. Pada akhirnya, teknik tersebut diadaptasi oleh koki kerajaan dan restoran mewah, tentu dengan penyempurnaan, seperti menggunakan daun teratai dan tanah liat bersih agar lebih higienis dan memberikan aroma khas.
Teknik Memasak yang Unik
Salah satu hal yang membuat Ayam Pengemis istimewa adalah teknik memasaknya yang tidak biasa. Meskipun terlihat sederhana, proses memasak Ayam Pengemis memerlukan ketelitian dan kesabaran.
1. Persiapan Ayam dan Bumbu
Ayam utuh dibersihkan dan kemudian diisi dengan campuran bumbu yang kaya rasa. Bumbu biasanya terdiri dari bawang putih, jahe, saus tiram, kecap asin, daun bawang, dan rempah-rempah lainnya. Setelah itu, ayam dimarinasi selama beberapa jam agar bumbunya meresap hingga ke dalam daging.
2. Dibungkus dengan Daun Teratai
Setelah dimarinasi, ayam dibungkus dengan daun teratai kering. Daun ini berfungsi bukan hanya sebagai pembungkus alami, tetapi juga memberikan aroma harum yang khas ketika dipanggang. Daun teratai juga membantu mempertahankan kelembapan daging ayam selama proses pemanggangan.
3. Dibungkus Tanah Liat dan Dipanggang
Langkah terakhir, ayam yang telah dibungkus daun teratai dilapisi lagi dengan tanah liat. Dalam versi modern, tanah liat bisa diganti dengan adonan tepung atau garam kasar agar lebih praktis dan higienis. Kemudian ayam dipanggang selama beberapa jam hingga matang sempurna. Setelah matang, lapisan tanah liat akan mengeras dan pecah saat dipukul, memperlihatkan ayam yang harum dan empuk di dalamnya.
Pengalaman Menyantap Ayam Pengemis
Ayam Pengemis bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang pengalaman menyantapnya. Hidangan ini biasanya disajikan utuh, dan pelayan atau koki akan memecahkan lapisan tanah liat di depan tamu. Momen ini memberikan sensasi dramatis dan menarik bagi para pengunjung restoran.
Rasa yang Menggoda Selera
Daging ayam yang dimasak dalam balutan daun teratai dan tanah liat ini memiliki tekstur yang sangat empuk, mudah terurai, dan kaya rasa. Rempah-rempah yang meresap hingga ke dalam daging menciptakan rasa gurih yang dalam. Ditambah aroma harum dari daun teratai dan metode pemanggangan tertutup, Ayam Pengemis menjadi hidangan yang sangat memanjakan indera perasa dan penciuman.
Disajikan dengan Nasi atau Sayuran
Ayam Pengemis biasanya disajikan bersama nasi putih hangat dan sayuran tumis ringan, sehingga rasa gurih dari ayam menjadi semakin seimbang. Beberapa versi modern juga menyajikan ayam ini dengan saus tambahan seperti saus jamur atau saus hoisin untuk memberi lapisan rasa ekstra.
Ayam Pengemis di Era Modern
Meskipun awalnya merupakan makanan rakyat biasa, Ayam Pengemis kini telah masuk ke restoran-restoran mewah dan hotel bintang lima. Beberapa chef bahkan membuat variasi fusion dari hidangan ini, seperti mengganti ayam dengan bebek atau menambahkan bahan-bahan seperti truffle dan jamur shiitake premium.
Selain di Tiongkok, Ayam Pengemis juga bisa ditemukan di beberapa restoran Asia di kota-kota besar dunia seperti Singapura, Kuala Lumpur, dan Jakarta. Meskipun cara memasaknya mungkin telah disesuaikan, esensi rasa dan teknik tradisional tetap dipertahankan.